Deteksi Asma Sejak Dini, Skrining PARS Efektif bagi Anak

Prikasa.com – JAKARTA – Penyakit asma pada anak perlu menjadi perhatian lantaran berkaitan dengan proses bertambah kembang mereka. Permasalahan paru-paru akibat peradangan pada bronkus dapat menyebabkan kesulitan bernafas, yang tersebut dapat mengganggu aktivitas, rutinitas, dan juga kualitas hidup anak.

Menurut Dokter Spesialis Paru Anak Prof. DR. dr. Bambang Supriyatno, Sp.A(K), penyempitan atau pembengkakan bronkus menyebabkan produksi lendir berlebihan dan juga kesulitan bernafas. Tanda utama asma adalah batuk, wheezing, sesak napas, kemudian rasa tertekan pada dada.

Masih sejumlah yang dimaksud belum memahami kondisi asma, khususnya sensitisasi atau proses yang digunakan memproduksi seseorang menjadi sensitif terhadap pencetus asma.

“Sayangnya masih berbagai yang digunakan belum memahami mengenai kondisi asma, teristimewa sensitisasi atau proses yang menyebabkan keadaan seseorang menjadi sensitif akan pencetus asma,” kata Guru Besar Fakultas Bidang kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) tersebut.

“Pada akhirnya asma tidak ada terdeteksi sejak dini, padahal ini penting,” sambungnya.

Penelitian Yunginger menyebutkan bahwa asma dimulai sejak usia dini dengan insidensi tertinggi pada anak prasekolah (<6 tahun). survei kemampuan fisik indonesia 2023 mencatatkan data 877.531 penderita asma pada indonesia, dengan bilangan tertinggi jawa barat, timur, kemudian tengah. Data SKI 2023 menunjukkan bahwa penderita asma anak pada usia kurang satu tahun mencapai 11.518 anak, usia 1-4 tahun 59.253 anak, serta usia 5-14 tahun 138.465 anak. Proporsi kekambuhan asma pada 12 bulan terakhir masih tinggi, khususnya pada usia 1-4 tahun yang tersebut mencapai 66 persen. Prof Bambang menekankan pentingnya deteksi dini asma untuk menjaga dari sensitisasi terhadap alergen sejak masa kehamilan. Salah satu metode deteksi adalah Skrining Risiko Asma Pediatrik (PARS), yang digunakan membantu menentukan risiko asma pada anak.