Dokter Gizi Sebut Larangan Promosi Susu Formula Bantu Tingkatkan Pemberian ASI Eksklusif
Prikasa.com – JAKARTA – Direktur Gizi dan juga Bidang Kesehatan Ibu kemudian Anak, dr. Lovely Daisy, MKM mengatakan larangan pemasaran susu formula yang tercantum di Peraturan eksekutif (PP) Nomor 28 Tahun 2024 Pasal 33 membantu meningkatkan pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif.
Larangan iklan susu formula ini mengadopsi Kode Internasional Pemasaran Sistem Pengganti ASI oleh Organisasi Kesejahteraan Planet (WHO) pada 1981. Di mana bertujuan melindungi keberhasilan menyusui dari iklan hasil pengganti ASI yang digunakan tiada tepat.
“Dalam beberapa laporan pelanggaran kode etik pemasaran susu formula, masih terjadi pengaplikasian label yang mana tiada tepat, iklan di area prasarana pelayanan kondisi tubuh serta tenaga kondisi tubuh yang mana mempromosikan, dan juga iklan silang antar-produk,” kata dr Daisy di siaran resminya, Hari Minggu (11/8/2024).
“Karena itu, perlu penguatan pemantauan dan juga penegakan sanksi,” jelasnya.
Pemberian ASI eksklusif yang digunakan dilaksanakan sejak lahir hingga anak berusia 2 tahun disertai dengan pemberian makanan pendamping ASI (MPASI), dijelaskan dr Daisy memberikan kegunaan jangka panjang bagi kondisi tubuh anak.
“Untuk itu, diperlukan aturan lalu pengamanan dari iklan susu formula pada segala bentuknya menjadi penting. Tujuannya, menjamin keberlangsungan pemberian ASI serta pemberian MPASI yang tersebut tepat,” ujarnya.
Ia juga menggarisbawahi pentingnya melindungi praktik menyusui dari pemasaran yang menyesatkan. Termasuk pelabelan komoditas yang mana tak memuat peringatan serius yang tersebut diperlukan.
PP Nomor 28 Tahun 2024 Pasal 33 ini selaras dengan resolusi Majelis Kesejahteraan Global kemudian panduan WHO untuk mengakhiri iklan yang mana tidak ada tepat terhadap makanan bayi lalu anak kecil.
“Kode etik ini mengamanatkan larangan donasi materi informasi dan juga edukasi oleh industri, yang mana selaras dengan panduan dari WHO tersebut. Termasuk larangan total terhadap hadiah atau insentif untuk petugas kesehatan,” ungkapnya.
“Panduan WHO yang disebutkan juga menyoroti hambatan pelabelan produk-produk makanan untuk bayi lalu anak kecil yang rutin kali tidak ada memuat peringatan tegas yang dimaksud diperlukan seperti usia pengaplikasian yang dimaksud tepat, ukuran porsi, atau frekuensi,” pungkasnya.