Kelainan Denyut Jantung Berisiko Sebabkan Stroke hingga Disabilitas Permanen
Prikasa.com – JAKARTA – Kelainan denyut jantung atau atrial fibrilasi (AF) perlu menjadi perhatian penduduk demi menjaga kondisi tubuh mereka. Pasalnya, kondisi yang dimaksud begitu berbahaya, bahkan 5 kali lebih besar berisiko menyebabkan serangan stroke.
Hal itu diungkap oleh Prof. Dr. dr. Yoga Yuniadi, SpJP (K), FIHA, Dokter Spesialis Jantung serta Pembuluh Darah. Ia mengatakan, kondisi kelainan denyut jantung ini perlu diperhatikan mengingat berbagai pasien yang mana terserang stroke akibat kondisi tersebut. Sebagian besar pasien yang mana mengalami atrial fibrilasi ini bahkan tak merasakan gejala apa pun.
“Kita tahu atrial fibrilasi itu aging disease. Jadi semakin tua, orang semakin mengalami AF, serta itu tidaklah mampu kita dasarkan menghadapi gejala saja. Sebanyak 46% pasien tak ada gejalanya,” ungkap dr. Yoga ketika ditemui dalam RS Siloam, TB. Simatupang, DKI Jakarta Selatan, Kamis (15/8/2024).
Dokter Yoga mengatakan, permasalahan kelainan denyut jantung ini biasanya dialami oleh pasien berusia 40-65 tahun ke atas. Bila kondisi AF tak ditangani dengan tepat, maka risiko serangan stroke dapat lebih lanjut meningkat hingga terjadinya disabilitas atau kecacatan fisik permanen.
Lebih lanjut disampaikan, stroke bukan semata-mata terletak pada bilangan bulat kematian yang mana tinggi, tetapi juga morbiditas tinggi yang mengakibatkan hingga 50% penyintas mengalami cacat kronis. Meski banyak tak bergejala, AF biasanya diiringi faktor-faktor lain, salah satunya hipertensi.
Untuk itu, dr. Yoga mengimbau agar menghindari faktor-faktor yang dimaksud untuk menjaga dari terjadi kelainan denyut jantung yang tersebut mampu berisiko pada stroke.
“Kebanyakan faktor risiko ialah hipertensi. Jadi itu harus menjadi satu perhatian agar AF tak mengalami perkembangan juga stroke tiada terjadi di area kemudian hari,” paparnya.
Selain pencegahan, penanganan pada pasien AF juga perlu dilakukan, terlebih pada waktu berada dalam terserang stroke. Dokter Yoga mengatakan, penanganan juga terapi yang dimaksud tepat harus dipahami agar risiko kecacatan permanen pada pasien bisa saja dihindari bila terserang stroke.
“Pasien perlu melakukan terapi trombolitikakan. Terapi ini mengempiskan kecacatan sedang hingga berat, sampai 30%. Tindakan prosedur trombolitik dapat dilaksanakan setelahnya pasien melakukan pemeriksaan diagnostic, yaitu CT-Scan,” pungkas dr. Yoga.